Kamis, 01 Maret 2012

Gagal Mengaji

Aku berpapasan dengan gadis kecil yang lincah itu, setiap selesai sholat magrib di masjid, di jalan menuju rumah. Terkadang bersama teman-teman sebayanya, dan terkadang berjalan sendirian. Selalu ada yang menjadi ciri khasnya bila ia berangkat atau pulang, berjalan setengah melompat-lompat kecil, seperti kelinci :).

Namun petang itu ia berjalan tertunduk lesu, tak seperti biasanya. Langkah kakinya terseret-seret. Kuhampiri dirinya.

"Assalaamu 'alaikum, kok tumben lesu ..", aku berhenti di depannya. Kubungkukkan tubuhku agar ia mudah menatapku.

"Wa'alaikum salam ", jawabnya sambil mencium tanganku.

"Udah kelar ngajinya ? tumben cepet selesai ..".

"Nggak ngaji, pak. Gurunya belom pulang", ia menjawab lesu.

"Oo gitu. Emang kamu udah nanya ? Kok nggak ditunggu bu gurunya ?".

Ia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Subhanallah ... gagal mengaji hari itu membuat dirinya menjadi sedih.

"Abis temen-temen juga pulang semua. Gak ada yang mau nunggu. Jadi aku ikut pulang ...", ia berkata setengah terisak.

Kuusap kepalanya.

"Ya udah gak apa-apa. Mungkin bu guru punya urusan penting jadi terpaksa pergi dan belum kembali. Mudah-mudahan besok bu guru sudah bisa ngajar ngaji lagi yaa .. ".

Ia mengangguk lemah.

"Saya pulang ya pak. Assalamu alaikum ..", ia kembali mencium tanganku, dan berjalan pulang, masih dengan langkah perlahan-lahan dan wajah tertunduk.

Petang itu aku mendapat pelajaran berharga dari seorang anak kecil. Mengaji baginya, adalah sebuah kenikmatan, bukan keterpaksaan. Ia sangat menikmatinya, dan selalu berharap untuk bisa terus mengaji. Aku malu kepada diri sendiri, yang masih punya segudang alasan untuk tidak mengaji. Terima kasih untuk gadis kelinciku ... :).
Sumber : fb dongeng keliling kak sidik

Rabu, 29 Februari 2012

Kreativitas Guru

Dicap 'Guru Edan', Juli Eko Sarwono Justru Sabet penghargaan

0
Raut ceria selalu tampak pada wajah Juli Eko Sarwono (49), guru matematika SMP Negeri 19 Kabupaten Purworejo. Dengan sabar, ia berpindah dari meja kelompok satu ke kelompok lainnya. Sembari melempar dadu terbuat dari kertas, ia dengan sabar meminta muridnya melakukan uji statistik peluang munculnya angka. Dimeja lain, ia meminta murid perempuannya mempresentasikan rumus volume kerucut dengan caping kertas bekas sebagai modelnya.
Biasanya, pelajaran matematika merupakan momok bagi pelajar. Hingga sekarang, mungkin masih ada sebagian pelajar yang masih merasa dipusingkan dengan angka dan rumus. Bergelut dengan kalkulator hingga sempoa, serta menghitung berbagai fungsi dan persamaan.
Namun tidak bagi kelas yang diampu Juli Eko Sarwono. Wajah riang, penuh semangat dan serasa tanpa beban tampak pada raut murid-muridnya. "Saya mencoba membuat matematika menjadi menyenangkan, jika murid sudah suka, transfer ilmu akan mudah," ujarnya kepada KRjogja.com, sekolahnya, Selasa (31/1).

Model yang digunakan Juli sebenarnya sederhana. Ia mencoba merubah paradigma pelajaran matematika yang tidak lepas dari angka dengan memasukkan alat peraga. "Saya menyebut cara ini metode kontekstual, apa adanya," paparnya. Lanjutnya, metode tersebut terbilang jitu untuk diterapkan pada anak usia SMP. Lanjutnya, pelajar mampu mengimajinasikan rumus-rumus yang ada dalam buku dengan menerapkan langsung pada berbagai alat peraga.

Sebelum menerapkan metode tersebut, ia mengaku otoriter dalam mengajar. Selain itu, semua harus kaku diterapkan berdasarkan buku pelajaran yang digunakan. Namun, jelang kenaikan kelas, murid mengecap Juli sebagai guru galak dan mereka merasa tidak nyaman selama belajar. "Target nilai matematika terpenuhi, disisi lain, murid menganggap saya galak, mereka jadi tidak nyaman. Itu yang membuat saya berpikir untuk merubah cara mengajar siswa," katanya.

Bahkan, guru yang hanya lulusan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) tahun 1986 itu mengaku kerap memasukkan sepeda motornya ke dalam kelas sebagai media belajar siswa. Sepeda motor itu, ia jadikan contoh ketika Juli mengajarkan tentang lingkaran dan benda tabung. "Mereka praktik sendiri, mengukur sepeda motor saya, dan akhirnya menerapkan rumus matematika untuk menghitung," ucapnya.

Mengajar dengan cara seperti Juli bukan tanpa tantangan. Saat mengawali metode itu beberapa tahun silam, rekan sekerja melayangkan protes. Setiap kali usai mengajarkan matematika, ia meminta murid menempelkan hasil perhitungan berbagai rumus di tembok kelas. Selain itu, alat peraga juga dianggap bikin sumpek dan mengotori ruang kelas. Ia juga pernah dianggap sebagai guru 'edan' lantaran cara mengajar yang dinilai aneh.

Namun, setelah metodenya berhasil mencetak nilai bagus dan kenyamanan dalam belajar, ia justru didukung teman sekerjanya. Bahkan, sekolah meminjaminya satu kelas khusus untuk laboratorium matematika. "Kelas ini khusus matematika, jadi seperti laboratorium namun sederhana. Setiap pelajaran matematika untuk kelas sembilan, diajarkan di kelas khusus ini," paparnya.

Keberhasilan cara mengajar Juli juga membuatnya menjadi pembicara pada sejumlah seminar nasional bertema pendidikan di sejumlah tempat dan stasiun televisi. Ia tidak mempersoalkan dirinya tidak pernah lulus sebagai sarjana. Ia juga mengaku tidak masalah jika belum lolos uji sertifikasi. Juli merasa cukup dengan penghasilannya sebagai guru dan berwiraswasta. Sepulang mengajar di SMP 19 Purworejo, ia berjualan bakso keliling di lingkungan rumahnya di Desa Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. "Lumayan, dapat tambahan penghasilan sedikitnya Rp 70 ribu setiap hari," ujarnya.
Dicap 'edan' ternyata tidak membuat Juli Eko Sarwono minder. Justru hal itu makin terlecut semangatnya untuk terus maju menjadi yang terbaik. Bahkan, karena kiprahnya, Juli mendapat penghargaan sebagai 'Good Practices' di bidang pendidikan oleh lembaga donatur asing Decentralized Basic Education 3 (DBE 3) - USAID.

Kepala SMPN 19 Purworejo Daryanto SPd menambahkan, sekolah mendukung metode pembelajaran yang diterapkan Juli Eko Sarwono karena terbukti bisa mengangkat nilai siswa. Nilai rata-rata sudah naik dari 5,4 menjadi lebih dari 7,5 untuk mata pelajaran matematika. "Kami dukung penuh, selain kebijakan juga dengan membangun laboratorium khusus matematika," ungkapnya. (Jas)